Selasa, 26 Juli 2011


IMPLEMENTASI
“IGHDINASHIRAATHAL MUSTAQIM”
DALAM PERENCANAAN JARINGAN JALAN PERKOTAAN


Dalam ayat ke-5 dari surat Al-fatehah, terdapat kalam ILAHI yang berbunyi “IGHDINASSIRAATHAL MUSTAQIIM” yang artinya tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Tiga kata terakhir yaitu jalan yang lurus, selalu menjadi bahan perenungan bagi saya. Hal ini sangat beralasan, karena ada pertanyaan menggelitik bagi saya. Adakah hubungan jalan yang lurus dengan kondisi kemacetan lalu lintas perkotaan yang mendera di kota-kota besar di Indonesia? Saya mencoba mencari keterkaitan dengan model jaringan jalan perkotaan yang lazim ada di kota-kota di Indonesia.

1.  Model Jaringan Linier

Model jaringan linier adalah model jaringan dengan satu induk ruas jalan besar sebagai poros utama yang berfungsi untuk menampung ruas jalan-ruas jalan yang lebih kecil yang menghubungkan kawasan yang satu dengan kawasan yang lain. Gambaran model jaringan ini terlihat pada gambar dibawah ini.


Sistem ini biasanya berkembang tanpa melalui proses perencanaan dan pengendalian ruang yang banyak ditemukan disekitar jalan arteri primer seperti pada banyak kota-kota yang berkembang pada jalur Pantura. Dengan model jaringan jalan yang seperti ini, maka kemacetan lalu lintas akan terjadi di jalan utama dan simpang-simpang menuju jalan utama. Jika terjadi STAG, maka tidak ada jalan lain kecuali menunggu sampai lalu lintas cair, tanpa bisa mencari alternatif jalan yang berarti. Hal ini sering dijumpai pada saat kemacetan lalu lintas di jalan Pantura Pulau Jawa saat LEBARAN. Selain itu kota-kota yang tumbuh secara konvensional biasanya juga akan terbentuk model jaringan linier, dimana sering kita jumpai letak ibukota kabupaten/kota di Indonesia, biasanya di pinggir jalan utama. Dengan demikian kalau terjadi aktivitas kota juga terjadi pada jaringan jalan utama tersebut, dan kemacetan lalu lintas akan sulit dihindari jika sudah seperti ini. Pola ini biasanya akan membentuk kota dengan pola radial.

2.  Model Jaringan Ring Radial

Model jaringan jalan di DKI Jakarta cenderung mengarah pada model jaringan RING RADIAL. Pola jaringan jalan ini menghubungkan pusat kota ke pusat kota lainnya. Sebagaimana kota berkembang, mereka cenderung mengikuti arah radial dari kawasan bisnis (CBD) sebagai pusat ke kawasan diluarnya. Beban jalan radial biasanya sangat besar sehingga sering mengakibatkan kemacetan lalu lintas pada jalan-jalan radial ini. Sebagai jawaban untuk mengantisipasi masalah tersebut adalah dengan pembangunan jalan lingkar untuk menghindari lalu lintas dari kawasan disekeliling pusat kota yang macet.



Definisi jalan lingkar adalah jalan yang kurang lebih mengelilingi pusat kawasan kota, dan memungkinkan lalu lintas menghindari pusat kawasan ini. Praktisnya, terdapat tiga bentuk jalan lingkar sebagai: jalan lingkar inner (dalam), outer (luar) dan intermediate (menengah). Kawasan perkotaan dengan kelompok populasi besar cenderung memiliki satu atau lebih jalan lingkar intermediate sebagai tambahan jalan-jalan lingkar inner dan outer. Model jaringan jalan seperti ini, seluruh kegiatan terpusat di CBD, sehingga terdapat kemacetan lalu lintas pada pagi hari di jalan-jalan dari daerah pemukiman menuju ke CBD, dan arah sebaliknya terjadi juga kemacetan lalu lintas pada sore hari dari CBD menuju ke daerah pemukiman. Oleh karenanya fungsi jalan lingkar sangat dibutuhkan untuk menghindari penumpukan lalu lintas di kawasan CBD, terhadap kendaraan yang menerus (through traffic). Namun demikian pada kenyataannya jalan lingkar ini, sering terlambat dibangun, karena aspek pendanaan yang begitu besar, terlebih jika pembebasan lahan sudah menjadi kendala klasik yang dihadapi setiap pembangunan jalan baru.

3.  Model Jaringan Kisi-Kisi (GRID)

Bentuk jalan utama ini, aslinya digunakan oleh orang Roma, diadopsi secara luas di seluruh kota-kota di Amerika Serikat. Bentuk ini mudah dilakukan meng-gunakan garis-garis lurus dan koordinat siku. Walaupun dapat menghasilkan jalan-jalan panjang monoton dengan sisi-sisi blok gedung yang suram, akan tetapi mempunyai keuntungan dalam memper-mudah pergerakan lalu lintas yang diinginkan. Menyebabkan penyebaran lalu lintas merata keseluruh petak dan sebagai konsekuensinya pengaruhnya pada suatu lokasi tertentu berkurang.Hal ini juga memberikan kemudahan dalam menerapkan sistem satu arah. Keuntungan utama lainnya adalah mempermudah koordinasi alat pemberi isyarat lalu lintas dan sistem manajemen lalu lintas.


Dari ketiga model jaringan jalan tersebut, mana yang selaras dengan ayat ke-5 dari surat Al-Fatehah “IGHDINASSIRAATHAL MUSTAQIM”? Apakah linier, ring radial atau kisi-kisi (GRID)? Dengan mudah jawabannya adalah model jaringan jalan kisi-kisi (GRID). Lalu pertanyaan berikutnya, kenapa bangsa ini yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan saya yakin para Pejabatnya juga sebagian besar beragama Islam, tetapi model jaringan jalan perkotaan cenderung LINIER dan RING RADIAL. Padahal kedua jaringan jalan tersebut rentan sekali dengan kemacetan lalu lintas. Akibatnya kemacetan lalu lintas menjadi pemandangan setiap hari di hampir seluruh daerah perkotaan di Indonesia.

Dari uraian tersebut, saya mengajak mari kita kembali ke konsep-konsep ILAHIAH, dalam pengelolaan transportasi kita, dan mari kita re-desain model jaringan jalan menjadi kisi-kisi (GRID) sesuai dengan konsep ILAHIAH dimaksud. Karena model jaringan jalan ini akan lebih dapat mencapai kesetimbangan lalu lintas, yang pada akhirnya akan mampu menghadirkan kondisi lalu lintas yang aman, tertib dan lancar. Bukankah mahal dan murah itu relatif. Mahal implementasi model jaringannya, tetapi kecil biaya operasinya dalam waktu yang sangat lama, sebaliknya implementasi model jaringan juga tidak bisa dikatakan murah jika model RING RADIAL atau LINIER, akibatnya biaya operasinya (kemacetan lalu lintas) besar dalam waktu yang sangat lama.

Sekali lagi..........sudah saatnya kita MENUJU PENGELOLAAN TRANSPORTASI ILAHIAH, dalam menanggulangi kemacetan lalu lintas perkotaan, terutama dari aspek implementasi perencanaan jaringan jalan perkotaan. Karena berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasana Wilayah Nomor : 534/KPTSM/2001 tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang Perumahan dan Pemukiman dan Pekerjaan Umum, disampaikan bahwa rasio luas jalan minimal 5% dari luas wilayah perkotaan. Untuk mencapai luas jalan minimal, maka pilihan model jaringan jalan kisi-kisi (GRID) adalah jawabannya.

Jumat, 15 Juli 2011

OPENING....


Tulisan ini sebagai pengantar dalam merefleksi kondisi transportasi di sekitar kita. Mari kita lihat wajah transportasi kita saat ini. Kiranya akan menyisakan berbagai pertanyaan yang menyesak seperti ini :
Kenapa kemacetan lalu lintas terjadi dimana-mana?
Kenapa perilaku pengendara di jalan laksana manusia bar-bar yang jauh dari etika dan norma?
Kenapa jalan-jalan banyak rusak?
Kenapa bahan bakar minyak (BBM) langka dan menghilang?
Kenapa kematian akibat kecelakaan lalu lintas terus meningkat?
Kenapa.......kenapa.......dan kenapa........?

Renungan dan insteropeksi mendalam dibutuhkan untuk menata kembali transportasi kita. Bukankah ALLAH telah menciptakan segala sesuatunya itu sesuai dengan ukuran dan kapasitasnya? Laut dan daratan diciptakan sesuai dengan ukuran dan kapasitasnya sehingga bumi berada pada posisi setimbang. Sementara planet-planet lain bergerak pada lintasannya sehingga terjadi kesetimbangan yang sempurna dalam alam semesta jagat raya ini. Lalu kenapa kita dan para pengambil kebijakan negeri ini tidak melakukan sesuai dengan hukum dan SUNATULLAH yang sudah digariskan.

Mari kita lihat, sudahkah dalam transportasi kita antara supply-demand terjadi kesetimbangan? Kenyataannya pertumbuhan jalan, sangat jauh ketinggalan dibandingkan pertumbuhan kendaraan bermotor. Jika ini terus berlanjut serta tidak ada antisipasi dan solusi, bukan hanya ketimpangan yang menganga antara supply-demand, tetapi akibatnya sudah pasti yaitu lebih banyak MUDARAT daripada MANFAAT. Karena akibat kendaraan lebih banyak daripada jalan yang ada, maka terjadi MACET. Kalau sudah macet yang ada hanya mudarat tidak ada sedikitpun manfaat. Karena macet bisa menyebabkan stres, polusi, biaya operasional kendaraan naik, waktu hilang dan mudarat-mudarat lain seperti kriminal dan masalah sosial lainnya. Apakah upaya penanggulangan kemacetan lalu lintas ini sudah dilakukan? Jawabannya pasti sudah, tetapi yang harus ditanya lagi adalah, apakah hasilnya sudah optimal? Jawabannya juga pasti yaitu belum. Kenapa bisa? Tanyakan pada rumput yang bergoyang........

Jika kita evaluasi upaya yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan transportasi di negeri ini, ibarat SHALAT, tidak dilakukan secara berjama’ah, tetapi dilakukan secara sendiri-sendiri. Karena sendiri-sendiri itu, maka cenderung bersifat parsial. Dengan demikian hasilnya tidak optimal, jadi seolah-olah KEMACETAN itu bukan sekedar kebiasaan tiap hari tapi sudah meningkat menjadi BUDAYA sebagai salah satu ciri khas bangsa ini. Sedih kan......

Oleh karenanya, melalui blog ini, saya mengajak kita semua untuk MENUJU PENGELOLAAN TRANSPORTASI ILAHIAH, dimana hukum SUNATULLAH harus menjadi rujukan dalam pengelolaan transportasi di negeri ini, sehingga AMAN-TERTIB-LANCAR-BERKESINAMBUNGAN bukan hanya slogan dan pepesan kosong.

Tulisan minggu depan :
Implementasi “IHDINASHSHIRAATHAL MUSTAQIM” dalam perencanaan jaringan jalan perkotaan

Senin, 11 Juli 2011

Selamat Datang !

Blog ini saya dedikasikan untuk kemajuan transportasi Indonesia.